Belajar dari Lebah



artikel

Relasi Manusia dan Lebah

Secara filosofis, manusia adalah “binatang yang berbicara” (hayawan nathiq). Bicara merupakan ekspresi dari fungsi akal. Oleh sebab itu, hayawan nathiq sering dimaknai “binatang yang berakal”. 
 
Tidak jarang al-Quran menyebutkan binatang sebagai bahan pembelajaran maupun sebagai simbolisasi perilaku manusia. Salah satunya adalah lebah. Hadis riwayat Imam Ahmad menyatakan: “Perumpamaan orang mukmin itu seperti lebah. Mengonsumsi yang baik; memproduksi yang baik; dan hinggap tanpa mematahkan maupun merusak”.
 
Lebah dijadikan sebagai nama Surat dalam al-Quran, yaitu al-Nahl. Sedangkan ayat yang secara langsung membahas lebah adalah Surat al-Nahl [16]: 68-69.
 
 
وَأَوْحَى رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ (68) ثُمَّ كُلِي مِنْ كُلِّ الثَّمَرَاتِ فَاسْلُكِي سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلًا يَخْرُجُ مِنْ بُطُونِهَا شَرَابٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاءٌ لِلنَّاسِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (69)

 

Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia". Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan (Q.S. al-Nahl [16]: 68-69).
 
Secara etimologis, nahl itu artinya anugerah. Salah satu alasannya, lebah merupakan satu-satunya serangga yang menghasilkan makanan bagi umat manusia. Lebih dari itu, lebah memiliki sejumlah kelebihan yang dapat ditiru oleh umat muslim. 

Pelajaran Hidup dari Lebah

 
Pertama, Lebah itu bertempat tinggal di tempat-tempat yang tinggi, seperti gunung, pohon dan rumah buatan manusia; sehingga mereka terhindar dari berbagai polusi. 
 
Umat muslim dapat menirunya dengan cara memilih hunian yang minim polusi. Hal ini selaras dengan pesan suci Rasulullah SAW, “Telitilah tetangga, sebelum memilih rumah”. 
 
Jadi, tetangga yang baik, berpotensi memotivasi seseorang untuk berbuat baik juga; sedangkan tetangga yang buruk, berpotensi membuat seseorang ikut terjerumus dalam perbuatan buruk juga.  
 
Kedua, Lebah hanya mengonsumsi makanan yang baik, yaitu nektar atau sari buah-buahan, bukan buahnya langsung. 
 
Umat muslim dapat menirunya dengan cara mengonsumsi makanan yang halal lagi thayyib. Halal berarti sesuai dengan tuntunan agama, sedangkan thayyib sesuai dengan tuntutan kebutuhan fisik seseorang.
 
Ketiga, Lebah tidak merusak pohon maupun bunga yang diambil nektarnya. 
 
Umat muslim dapat menirunya dengan cara tidak merusak sumber-sumber perekonomian, misalnya: laut, hutan, sawah, kebun, pasar, dan sebagainya. 
 
Keempat, Semua nektar yang dikonsumsi lebah, diproses menjadi “produk” makanan, minuman dan pengobatan yang bermanfaat bagi manusia, seperti madu, bee pollen, royal jelly dan propolis. 
 
Umat muslim dapat menirunya dengan cara mengaktualisasikan potensi-potensinya bagi kemanfaatan dan kemaslahatan umat manusia, seperti sumbangsih tenaga, ilmu, doa, harta, dan lainnya. 

Kelima, Lebah memadukan kerja keras dan kerja cerdas. Untuk mendapatkan nektar, lebah harus menempuh perjalanan berkilo-kilo meter, apalagi di zaman sekarang yang semakin minim tanaman bunga. 
 
Di sisi lain, lebah itu cerdas karena memanfaatkan cahaya matahari sebagai “navigasinya”. Lebah juga dapat melihat sinar ultraviolet, padahal manusia sendiri tidak mampu. 
 
Umat manusia dapat menirunya dengan bekerja yang memanfaatkan fungsi otak dan otot sekaligus. 
 
Keenam, Ratu lebah memiliki sejumlah kelebihan, antara lain: ukuran tubuhnya lebih besar, lebih aktif daripada lebah pekerja dan mampu hidup lebih lama. 
 
Bagi umat muslim, kriteria ini dapat dijadikan sebagai alternatif kriteria dalam memilih pemimpin, baik pemimpin rumah tangga, masyarakat hingga bangsa dan negara. Yaitu pemimpin yang fisiknya sehat-bugar dan tidak rentan sakit; memiliki etos kerja yang tinggi, sehingga tidak malas-malasan, apalagi tidur melulu; dan waktu kerjanya lebih lama dibandingkan rakyat biasa, sehingga mereka rela tidak tidur demi kemaslahatan masyarakat.  

Ketujuh, Lebah itu tidak mau mengganggu, kecuali diganggu. Namun gangguan lebah merupakan obat, karena sengatan lebah itu memang berfungsi sebagai obat. 
 
Umat muslim dapat menirunya dalam perilaku keseharian, sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi SAW: “Orang muslim itu membuat orang lain merasa aman dari lisan dan perbuatannya”. 
 
Di sisi lain, apabila umat muslim diganggu, maka boleh membalas, namun balasannya bukan untuk pelampiasan dendam, melainkan sebagai shock teraphy (terapi kejutan) yang menyadarkan orang lain atas kesalahannya.
 
Wallahu Alam bi al-Shawab
Dr. Rosidin, M.Pd.I
www.dialogilmu.com