Mengapa Gen Z Dianggap Kurang Tahan Banting? Simak Penjelasan Dr. Laily Abida di NU Online



Dr. Laily Abida, M.Psi., Psikolog. dosen STAIMA Al-Hikam Malang

STAIMA - Generasi Z kerap mendapat stigma sebagai generasi yang kurang tahan banting dalam menghadapi tantangan hidup. Hal ini menjadi topik menarik dalam konten kreatif NU Online bersama Dr. Laily Abida, M.Psi., Psikolog. Dalam pembahasannya, ia mengungkap berbagai faktor yang memengaruhi ketahanan mental Gen Z serta pentingnya membangun resiliensi sejak dini.(1/3).

Seiring dengan meningkatnya tekanan akademik dan sosial, banyak mahasiswa yang kesulitan menyelesaikan studi mereka. Dalam beberapa kasus ekstrem, tekanan ini bahkan dapat berujung pada keputusan drastis seperti mengakhiri hidup. Lingkungan sosial yang sehat sangat berperan dalam membangun ketahanan individu, terutama bagi mahasiswa yang menghadapi tekanan akademis dan emosional.

"Peran orang tua dan tenaga profesional sangat krusial dalam memberikan dukungan bagi generasi ini agar mereka mampu melewati setiap tahapan kehidupan dengan lebih baik," ujar Dr. Laily.

Menurut Dr. Laily, perkembangan teknologi dan pengaruh lingkungan sangat menentukan kapasitas individu dalam menghadapi tantangan hidup. Faktor internal seperti pola pengasuhan memiliki dampak signifikan terhadap pembentukan karakter anak, sementara faktor eksternal seperti pergaulan dan komunitas juga berperan besar dalam mengembangkan ketangguhan mereka.

"Kondisi yang tidak terukur seperti trauma dan kekecewaan dapat memengaruhi ketahanan individu. Ini menambah kompleksitas dalam memahami Gen Z," jelasnya.

Resiliensi psikologis bukanlah sesuatu yang muncul begitu saja, melainkan harus dikembangkan sejak dini. Usia 2 hingga 4 tahun menjadi periode krusial dalam pembentukan resiliensi. Latihan keterampilan ini perlu dilakukan secara bertahap dengan bimbingan orang dewasa, baik dari orang tua maupun guru.

"Bimbingan konseling dalam lembaga pendidikan sangat diperlukan untuk membantu mahasiswa mengatasi tantangan akademik dan sosial mereka," tambahnya.

Mahasiswa tidak hanya membutuhkan bimbingan akademik, tetapi juga dukungan dalam pengembangan keterampilan sosial dan empati. Di STAIMA Al-Hikam Malang, tersedia layanan konseling yang dapat diakses oleh mahasiswa dan alumni untuk membantu mereka menyelesaikan tantangan yang dihadapi.

Selain itu, sistem dukungan antar teman juga menjadi aspek penting dalam membangun ketahanan mental mahasiswa. Kolaborasi dan saling mengingatkan dalam menyelesaikan tugas menjadi salah satu strategi dalam memperkuat rasa komunitas di lingkungan kampus.

Dengan memahami pentingnya resiliensi dan mendapatkan dukungan yang tepat, Gen Z dapat lebih siap menghadapi berbagai tantangan hidup di masa depan. Dr. Laily Abida menekankan bahwa setiap individu memiliki potensi untuk berkembang, asalkan diberikan kesempatan dan bimbingan yang memadai.