Nilai Luhur Pancasila



budaya,internasional,islam,khhasyim-muzadi,nasional

Mei 2015 – Saya ingin mengungkap kenapa Pancasila menjadi dasar negara.  Banyak ulama-ulama kita dan pemimpin-pemimpin agama lain yang salah faham. Dikiranya Pancasila itu menggantikan agama, dikiranya agama itu harus berhadap-hadapan dengan Pancasila padahal tidak seperti itu. Pancasila bukan agama, agama juga bukan Pancasila, Pancasila tidak boleh diagamakan dan agama tidak boleh dianggap sama dengan Pancasila. Karena Pancasila adalah hasil penggalian dari budaya yang ada di Indoneisa dari agama-agama dan kemudian menemukan titik temu pada penggalian tersebut.

Maka Pancasila hanya merupakan titik temu  pada perempatan persilangan budaya dan persilangan antar agama maka terumuskanlah Pancasila. Yang pertama masalah ketuhanan, dua masalah kemanusiaan, ketiga masalah persatuan, keempat masalah demokrasi, dan yang kelima adalah masalah keadilan sosial.

Sekarang ini banyak orang yang mengeluh kepada Pancasila. Mengeluhnya mungkin karena tidak mengerti atau mungkin tidak cocok atau mungkin karena tidak menghasilkan sesuatu untuk dirinya. Ada perubahan pada penerapan Pancasila. Ketuhahan Yang Maha Esa sekarang berubah menjadi keuangan yang maha kuasa . Semua harus diberi dengan uang sehingga partisipasi masyarakat hilang disebabkan karena hubungan transaksional, sedangkan hal yang seperti itu berbahaya.

Kemanusiaan yang adil dan beradab kenapa sekarang menjadi kekejian dimana-mana. Kenapa kemanusiaan itu menjadi kekerasan, bagaimana pergeseran gotong-royong kemudian menjadi bentrok antar kelompok. Persatuan indoneisa yang indah menjadi disintegrasi. Kenapa menjadi separatisme,  menjadi egois,  dan kenapa kelompok-kelompok itu mengkapling-kapling negara yang seharusnya kelompok dan partai itu menyanggah negara. Kenapa kemudian kekuasaan itu dikapling-kapling untuk kekuatan golongan dan bukan golongannya untuk kekuatan  negara.

Mungkin yang bertepuk tangan berpengalaman pada bidangnya, tapi kenapa mesti disekat-sekat. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan kenapa menjadi ilitisme. Kenapa permusyawaratan menjadi demo dimana-mana, kenapa perwakilan lepas dari kelompok yang diwakilinya. Begitu juga dengan keadilan sosial. Keadilan sosial kalau dirinci ada keadilan hukum, keadilan ekonomi,  keadilan politik, keadilan kesempatan kerja, keadilan diperlakukan hak sama sebagai warga negara apapun agamanya dan apapun budayanya, lalu kemana itu semua. Sekarang hukum tunduk kepada ekonomi, yang seharusnya sarjana hukum menegakkan hukum tapi kenapa banyak sarjana hukum yang masuk hukuman. Kenapa hukum menjual pasar dan menjualnyapun tawar-menawar. Mengapa mafia hukum harus diberantas dengan mafia yang lain lagi.