Pusaka Kebangsaan

Pusaka Kebangsaan : Arah Perjuangan KH Hasyim Muzadi

Ke-Islaman dan Ke-Idonesiaan tidaklah perlu dipertentangkan, karena seorang Muslim yang mengamalkan ajarannya dengan benar pastilah dia akan menjadi warga Indonesia yang baik. Sebagaimana dikatakan H. Arif Zamhari, PhD (Direktur Eksekutif ICIS), prinsip inilah yang menjadi benang pemikiran KH Hasyim Muzadi yang selalu diperjuangkan sepanjang hayatnya.

Pemikiran KH Hasyim Muzadi tersebut, secara lebih luas, rinci dan terstruktur dapat dibaca dalam  buku berjudul “Pusakan Kebangsaan : Sinergitas Islam & Indonesia” karya Sofiudin. Buku yang telah diterbitkan oleh Pustaka Compass ini, memuat pandangan KH. Ahmad Hasyim Muzadi tentang perjalanan panjang hubungan bangsa Indonesia dengan agama Islam.


Perjalanan panjang itu dimulai dari saat agama Islam masuk ke wilayah Nusantara yang nantinya sebagian besar wilayah itu bernama Indonesia. Kemudian diuraikan secara singkat peran Nahdlatul Ulama (NU) dan pesantren dalam perjalanan kesejarahan bangsa Indonesia.
Islam dan Akar Budaya yang Kuat
Kenapa Islam di Indonesia sedemikian kuat, walaupun telah mengalami penjajahan Belanda selama 350 tahun dengan proyek kristenisasinya ? Karena Islam dibawa oleh para Wali Songo sedemikian kuat merasuk pada akar budaya Nusantara. Sehingga Islam dapat dengan mudah berdakwah mengajak pada ketauhidan di tengah masyarakat yang masih memegang erat tradisi lokal.

Sofiudin sebagai penulis, meletakkan jawaban ini pada awal bab sebagai tanda mendasar keberislaman di Indonesia sebagaimana telah didakwahkan oleh KH Hasyim Muzadi dalam setiap tausyiah dan ceramah akademisnya. Kunci utama yang penting diperhatikan adalah pendekatan Wali Songo melalui kebaikan, pengembangan sosial masyarakat, pertanian, kemakmuran dan lain sebagainya. Kelemah-lembutan para wali tidak bisa dirusak dengan kekerasan. (hlm. 23).

Strategi ini juga sering digunakan oleh Abah, panggilan akrab Kiai Hasyim, untuk menjawab persoalan terkini. Seperti sekolompok orang yang sering mengkafirkan dan membidahkan. Kemudian para dai yang rajin mengajak kembali pada Al-Quran Hadits, tapi tidak tahu cara kembalinya.
Kiai Hasyim menyatakan bahwa al-Quran itu laksana apotik yang mengandung berbagai macam obat.

Meskipun demikian, orang yang berhak mengambil obatnya adalah apoteker, sedangkan pasien dilarang mengambil sendiri, karena bisa berbahaya bagi dirinya sendiri. Ilustrasi demikian sebagai peringatan bahwa penyebab semakin hilangnya kelembutan Islam yaitu, karena semakin banyaknya aliran Islam yang bermacam-macam yang lebih mengedepankan kekerasan. (hlm. 23)

Peran Wali Songo ditinjau dari segi gerakan budaya dan para waliyullāh dalam gerakan dakwahnya di negeri ini lebih bersikap meng-Indonesia, seperti halnya Sunan Kali Jogo yang menggunakan blangkon, wayang serta genjring sebagai sarana dakwahnya. Statement demikian merupakan sindiran halus kepada orang yang berusaha meng-Arab-kan masyarakat Indonesia.(hlm. 27)

Agama dan Negara, Arah Perjuangan KH Hasyim Muzadi

Buku ini juga menyajikan bagaimana KH Hasyim Muzadi menjawab terkait persoalan negara yang sampai saat ini tambah rumit. Sofiudin menghadirkan pesan-pesan reflektif Kiai Hasyim perihal bagaimana berkebangsaan Indonesia ini yang diramu dari cita dan citra keberagamaan (religiusitas) Islami.

Tentu, aspek ini tidak akan lepas dari bagaimana kesejatian interaksi antara agama dan negara, khususnya antara Islam dan Indonesia. Sangat detail buku ini, memuat bagaimana respon, jawaban hingga solusi kongkrit kepada pemecahan masalah yang dihadapi negara dan masyarakat Indonesia.

Mulai dari adanya benturan di antara peraturan-peraturan serta belum teraturnya tatanan birokrasi negara Indonesia. Sumber kekayaan ekonomi Indonesia, terorisme agama, korupsi, narkoba, politik, konflik di Timur Tengah, hingga konflik dalam negeri yang menyinggung soal penistaan agama.

Diantara solusi kongkrit Kiai Hasyim yang dipaparkan di buku ini adalah acara Halaqah Nasional Ulama Pesantren dan Cendekiawan Gerakan Dakwah Aswaja Bela Negara yang diinisiasi oleh pesantren al-Hikam Depok dan Kementerian Pertahanan RI. Tujuannya adalah untuk menyambungkan pandangan keagamaan dengan kepentingan negara.

Mengingatkan kepada para ulama pesantren bahwa sekaranglah saatnya untuk melakukan bela agama dan negara. Keduanya harus bersama-sama berjalan dalam korelasi yang sehat antara kepentingan agama dan negara.(hlm. 274)

Sistematisasi terhadap pemikiran dan arah perjuangan KH Hasyim Muzadi berakhir pada bagaimana posisis pesantren-pesantren di Indonesia dalam merealisasikan pembelaannya pada agama dan negara. Posisinya sebagai benteng dan garda terdepan NKRI.

Secara umum, bisa disimpulkan bahwa KH Hasyim Muzadi menekankan akan pentingnya umat Islam dan bangsa Indonesia untuk memahami dengan baik civic education yang meliputi sejarah, filsafat, sistem pemerintahan, sistem ekonomi, pendidikan, pertahanan dan berbagai bahaya yang mengancam negara Indonesia. (hlm. 47).

Quote di buku ini yang mewakili pemikiran dan solusi KH Hasyim Muzadi terhadap permasalahan bangsa, adalah “ Cara untuk memberikan perlindungan negara kepada agama adalah dengan sistem NKRI. Cara untuk mengisi negara adalah dengan memberikan nilai ajaran agama-agama kepada negara. Ketika demikian yang terealisasikan, maka keberadaan negara dapat dirasakan oleh seluruh agama.”

Untuk mengenal pandangan dan pemikiran KH Hasyim Muzadi, memang sangat mudah ditemukan dimana-mana, baik di buku, rekaman video, internet dan media lainnya. Namun, buku karya Sofiudin ini, yang tiada lain adalah santri KH Hasyim Muzadi, telah merangkum dengan sistematis pemikiran dan solusi jenius mantan Ketum Umum PBNU ini. Memudahkan para pembaca, peminat kajian pemikiran tokoh Islam Indonesia, dalam mencernanya lebih runut. Sebuah sumbangsih yang sangat bermanfaat.

sumber


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *